- Back to Home »
- Fakta Unik »
- 7 Pesepakbola Hebat Keturunan Indonesia
Posted by : Randy Hermawan
Friday, September 13, 2013
Kenapa
Maluku identik dengan timnas Belanda? Jika diuraikan panjang lebar maka
kita akan memulainya dari titik sejarah penjajahan Belanda yang
beratus-ratus tahun di Indonesia. Istilah “Belanda Hitam” untuk orang
Maluku yang dipecayai sebagai kasta kelas dua dalam tentara KNIL
(Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) adalah sebuah ikatan sejarah
masa lalu. Sejarah kelam yang membuat banyak tentara KNIL Maluku yang
menetap di Belanda dan menghasilkan keturunan warga Maluku yang cukup
banyak di negeri Belanda. Sejarah juga yang membuat perdebatan pendirian
Republik Maluku Selatan (RMS) yang tak kunjung selesai sampai sekarang.
Harus diakui, sisa-sisa RMS masih ada dan eksis di negeri Belanda. Tapi
disini, saya tidak mengaitkan hal itu, karena sepakbola adalah
sepakbola, saya tidak mau mencampurinya dengan urusan politik dan
sebagainya.
Keterlibatan
orang Maluku sebenarnya sudah ada sejak Piala Dunia pertama tahun 1938.
Saat itu kesebelasan Hindia-Belanda membawa nama Kerajaan Belanda,
bukan Indonesia. Hal mana perlu saya luruskan, karena ada perdebatan
mengenai keabsahan Indonesia pernah mengikuti Piala Dunia. Memang,
sebagian besar pemainnya adalah warga Indonesia yang bukan pemain FIFA,
tetapi mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda. FIFA tetap
mengakui Hindia Belanda disertakan atas rekomendasi NIVU (Nederlandsche
Indische Voetbal Unie) bukan PSSI yang waktu itu kepanjangannya
Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia.
Dari daftar pemain Hindia-Belanda di Piala Dunia 1938, terseliplah beberapa pemain Maluku seperti Hans Taihuttu, Frederik Hukom dan Tjaak Pattiwael. Ketiga pemain Maluku ini berbaur bersama pemain dari Jawa (Nawir dan Suvarte Soedermadji), Tionghoa (Tan Djien, Bing Mo Heng, Tan Se Han dan Tan Mo Heng) serta pemain asli Belanda seperti Beuzekom dan Henk Sommers. Jadi kalau anda melihat timnas Belanda multiras seperti sekarang ini, sebenarnya itu sudah terbentuk sejak awal.
Keterlibatan orang Maluku di timnas Belanda pada era modern tidak lepas dari sosok Simon Melkianus Tahamata. Selama bermain, pemain kelahiran Vught Belanda pada 1956 silam ini berposisi di sayap kiri. Simon merupakan putra asli Maluku. Dia sudah memperkuat timnas Belanda sebanyak 22 kali dan mencetak dua butir gol. Setelah gantung sepatu akhir 90-an, Simon sibuk menjadi pelatih di Ajax junior. Simon mengawali karier bersama Ajax pada musim 1976/77. Karena cedera, dia sempat absen selama dua musim dan kembali membela Klub Anak-anak Dewa itu di musim 1979/80, dan hingga akhir musim dia mampu mengemas 17 gol. Namun, setelah malang melintang di Divisi Utama Belanda, Simon kemudian hijrah ke kompetisi Belgia (Standar de Liege) musim 1982/83. 1984 dia kembali ke Belanda dan merumput bersama Feyenoord Roterdam.
Berikut ini daftar nama pemain sepak bola keturunan Indonesia yang bermain di luar negeri, yang berhasil saya kumpulkan dari berbagai sumber. kebanyakan mereka adalah keturunan maluku, jawa dan lain lain
Dari daftar pemain Hindia-Belanda di Piala Dunia 1938, terseliplah beberapa pemain Maluku seperti Hans Taihuttu, Frederik Hukom dan Tjaak Pattiwael. Ketiga pemain Maluku ini berbaur bersama pemain dari Jawa (Nawir dan Suvarte Soedermadji), Tionghoa (Tan Djien, Bing Mo Heng, Tan Se Han dan Tan Mo Heng) serta pemain asli Belanda seperti Beuzekom dan Henk Sommers. Jadi kalau anda melihat timnas Belanda multiras seperti sekarang ini, sebenarnya itu sudah terbentuk sejak awal.
Keterlibatan orang Maluku di timnas Belanda pada era modern tidak lepas dari sosok Simon Melkianus Tahamata. Selama bermain, pemain kelahiran Vught Belanda pada 1956 silam ini berposisi di sayap kiri. Simon merupakan putra asli Maluku. Dia sudah memperkuat timnas Belanda sebanyak 22 kali dan mencetak dua butir gol. Setelah gantung sepatu akhir 90-an, Simon sibuk menjadi pelatih di Ajax junior. Simon mengawali karier bersama Ajax pada musim 1976/77. Karena cedera, dia sempat absen selama dua musim dan kembali membela Klub Anak-anak Dewa itu di musim 1979/80, dan hingga akhir musim dia mampu mengemas 17 gol. Namun, setelah malang melintang di Divisi Utama Belanda, Simon kemudian hijrah ke kompetisi Belgia (Standar de Liege) musim 1982/83. 1984 dia kembali ke Belanda dan merumput bersama Feyenoord Roterdam.
Berikut ini daftar nama pemain sepak bola keturunan Indonesia yang bermain di luar negeri, yang berhasil saya kumpulkan dari berbagai sumber. kebanyakan mereka adalah keturunan maluku, jawa dan lain lain
3. Radja
Nainggolan. Klub Seri A Cagliari baru saja mendapatkan Radja
Nainggolan. Pemain berdarah Indonesia ini diboyong Cagliari dengan
status pinjaman dari Piancenza. Radja memang sempat menjadi buah bibir
di Liga Italia saat dikabarkan akan diboyong oleh AS Roma. Namun
Cagliari rupanya yang mendapatkan gelandang berusia 21 tahun ini dalam
bagian pertukaran dengan Mikhail Sivakov. Cagliari telah resmi
meminjamnya hingga akhir musim namun punya opsi untuk mempermanenkan
kontraknya. Radja pun mengaku senang dengan kesepakatan ini dan berharap
bisa bermain baik di klub Seri A ini. Ayahnya, Marianus, adalah pria
berdarah Batak yang menjadi pengusaha di Bali dan ibunya, Lizi Bogaerd
berkewanegaraan Belgia. Meski berdarah Indonesia, sayang sekali Radja
saat ini tercatat sebagai anggota timnas Belgia U-21.
4. Denny
Landzaat adalah pemain lini tengah yang dipilih Van Basten. Nama
lengkapnya adalah Denny Domingoes Landzaat. Denny dilahirkan 6 Mei 1976
di Amsterdam. Klub yang pernah diperkuatnya adalah Ajax, MVV, Willem II,
AZ Alkmaar, wigan athletic. Di klubnya, Denny kerap memainkan posisi
sebagai striker bayangan (second striker). Dia juga bisa bermain di
gelandang kanan Tim Oranye. Kaki kanan dan kirinya sama-sama ampuh. Masa
kecil Denny dihabiskan bersama orang tuanya di Rivierenbuurt,
Amsterdam. Ibu Denny berdarah Maluku yang berasal dari keluarga besar 14
anak dan ayahnya adalah orang Belanda.
5. Giovanni
Christiaan van Bronckhorst, lahir di Rotterdam, Belanda, 5 Mei 1975
adalah seorang pemain sepak bola dari Belanda. Sejak tahun 2003 ia
bermain di Feyenoord Rotterdam di Eredivisie. Ia biasanya berposisi
sebagai pemain tengah atau pemain bertahan. Ia memperkuat Belanda pada
berbagai turnamen. Pada timnas yang terakhir ini ia dipercaya sebagai
kapten. Ayah Bronckhorst adalah seorang Indo sementara ibunya berasal
dari Saparua, Maluku. Satu hal yang unik, walaupun Gio lahir dan sudah
lama menetap di Belanda, ia masih bisa berkomunikasi dengan menggunakan
Bahasa Indonesia dengan aksen Indonesia Timur yang kental dan khas,
walaupun ia tidak benar-benar menguasai seluruh kosakata yang ada dalam
Bahasa Indonesia. Ia mengaku mendapat kemampuan itu dari ibunya yang
asli Maluku manuela sapulette. “Aku lahir di Rotterdam. Namaku terkadang
bikin orang bingung, tapi tak ada darah Italia dalam keluargaku. Ayahku
dari Indonesia sementara ibuku orang Maluku,” tulis van Bronckhorst
dalam situs resminya.
6. Irvin
Museng adalah pesepak bola belia asal Makassar. Asal mulanya adalah
saat Irvin dan kawan-kawannya yang tergabung dalam Makassar Football
School (MFS) muncul sebagai juara Danone Cup tingkat nasional tahun
2005. Sebagai juara, MFS menjadi wakil Indonesia di Piala Dunia Danone
U-12 di Lyon, Prancis, pada September 2005. Penampilan Irvin di turnamen
ini ternyata luar biasa. Ia berhasil menjadi top skorer dengan mencetak
10 gol. Prestasi ini mengundang perhatian banyak pemandu bakat,
termasuk dari klub Ajax Amsterdam. Namun proses perekrutannya sendiri
tidak mudah. Butuh waktu berbulan-bulan untuk meyakinkan Ajax hingga
akhirnya mengirimkan surat resmi untuk merekrut Irvin pada Februari
2006. Saat itu usia Irvin baru 13 tahun. Kini walau secara resmi
statusnya adalah milik Ajax, Irvin dipinjamkan ke klub divisi dua
Belanda, FC Omniworld. Perjalanannya untuk bermain di Liga Eropa
nampaknya agak sulit, karena sebagai pemain non-Eropa, Irvin harus
mengantongi izin tinggal untuk menjadi pemain Ajax Junior. Namun
bagaimanapun, kita pantas angkat topi untuk prestasi Irvin Museng.
7. Syaffarizal
Mursalin, dan inilah yang paling update sering muncul di tivi dan asli
WNI, orang Aceh. Cetak 15 Gol, Farri Masuk Kandidat Program Aspire
Pemain sepak bola berbakat asal Indonesia telah lahir di Qatar. Dia
adalah Syaffarizal Mursalin. Dia nyaris tak tersentuh pengamatan PSSI,
meski berhasil menoreh prestasi di negeri kaya tersebut. Farri, demikian
sapaan akrab Syaffarizal Mursalin. Pemain yang biasa berposisi sebagai
striker ini termasuk pemain muda yang cukup bersinar dalam kompetisi
sepak bola junior Qatar. Pemain berpostur 172 cm dan berat badan 65 kg
ini menjadi pemain inti klub Al Khor junior. Dalam kompetisi junior
(U-14) Qatar, dia telah mencetak 15 gol. Karena dinilai berbakat, Farri
termasuk pemain asing Qatar yang masuk kandidat pemusatan latihan
Aspire. Ini merupakan program jangka panjang Qatar untuk membina pemain
berbakat yang punya prospek bisa dinaturalisasi menjadi pemain nasional
Qatar. Bila lolos masuk program Aspire, Farri akan mengikuti program
Aspire, namun tetap membela klubnya jika kompetisi Liga bergulir. Dalam
kompetisi, Farri masih masuk golongan anak-anak antara usia 12 hingga 14
tahun (bahasa Arabnya, Ashball). Pada Liga tahun depan Pemain asal
Lhokseumawe ini bergabung dengan kelompok remaja antara usia 15-18 tahun
(Nashein). Meski masih anak-anak, Farri sudah mendapatkan bayaran dari
klubnya. Sayang, baik Farri maupun ayahnya, Agri Sumarah, merahasiakan
nilai bayaran itu. “Uang yang diberikan oleh klub cukup untuk jajan dan
sebagian ditabung,” kata Agri. Pengagum Thierry Henry ini masuk Qatar
ketika masih berusia 4 tahun. Dia mengikuti ayahnya yang bekerja di
Qatar Gas. Pada usia tujuh tahun, Farri mulai berlatih di Qatar dengan
ditangani pelatih asal Inggris Mr Green. Pada tahun 2004 dia mengikuti
seleksi, dan oleh tim pemandu bakat klub Al Khor, dia diajukan ke Qatar
Football Association. “Farri akhirnya diterima sebagai salah satu pemain
asing yang bisa memperkuat Al Khor di Liga Qatar,” kata Agri. Untuk
diterima sebagai pemain Al Khor, lanjut Agri, Farri harus mengikuti
pertandingan persahabatan selama setahun. Selama bertanding itu dia
diawasi langsung tim pemandu bakat Qatar Football Association. Farri
mulai bertanding di Liga pada 2005 (usia 13 tahun). Saat itu dia
langsung membawa Al Khor ke peringkat keempat dari 20 tim. (Untuk
diketahui, sebelumnya Al Khor tidak pernah bisa lolos ke babak 8 besar
Liga U-12). Selama berlatih di Qatar, Farri telah merasakan sentuhan
tiga pelatih asing, yakni Mr. Green (Inggris) usia 7 s/d 12 tahun,
Kapten Talla ( Mesir) usia 12 s/d 13 tahun, dan Elimer ( Hungaria ) usia
14 tahun. Pemain yang juga senang bermain musik ini mengaku senang
bermain bola di Qatar karena diperlakukan secara baik-baik oleh pemain
lokal. “Saya ingin menjadi pemain profesional dan bermain di klub-klub
besar Eropa,” cetus Farri. Namun, tidak menutup kemungkinan Farri akan
berkiprah di Indonesia. “Membela Timnas PSSI? Saya mau, tapi tergantung
performa tim Indonesia sendiri,” ujarnya.